Mencintaimu dalam senyap Ketika kami tidak tahu harus apalagi Gelap di sekitar, penuh kalut dan sesak Maka teladan kisahmu menjadi lampu Membuat terang jalan yang harus kami jalani Ketika kami tidak tahu harus berpegang entahlah Bagai buih lautan terombang-ambing Maka cerita hidupmu menjadi pondasi Berdiri tegak penuh kepastian Tidak tahukah, wahai Betapa rindu kami menatap wajahmu Berlinang air mata walau hanya membayangkannya Terisak dalam diam, padahal kami sungguh tak tahu rupamu Ada banyak berjuta tanya yang ingin disampaikan Kenapa, mengapa, bagaimana, dan sebagainya Tapi engkau sudah lama pergi Terbentang waktu dan jarak yang tak bisa dilampaui Tapi tidak mengapa Biarlah cinta ini dalam senyap Akan kami tunjukkan dengan ahklak terbaik warisanmu Menjalankan wasiat2 yang kau tinggalkan Hingga esok lusa Semoga kesempatan itu ada Tidak mengapa Jika kami hanya bisa berdiri jauh menatapmu Pun tidak masalah walau hanya sekejap saja Itu lebih dari cukup, sungguh Genap sudahlah cinta ini
Dan kesedihan dihabisi oleh waktu Kita hapus nomor HP-nya di phone book Kita delete alamat email-nya di address book Kita buang whatsapp-nya Kita disconected BBM-nya, Sayang beribu sayang, Kita sudah terlanjur ingat Di luar kepala hafal nomernya Bahkan saat tidur pun bisa mengigau pin BB-nya Kita hapus message-nya Kita delete foto2nya Kita remove dari friend list, bahkan block sekaligus Kita usir jauh-jauh dari dari home Sungguh jangan ganggu lagi di dunia maya Sayang beribu sayang, Kita tetap kepo, stalking, ngintip Ingin tahu apa yang dia lakukan Bahkan bangun tidur, masih ileran First thing in the morning Inilah sajak melupakan jaman modern Sungguh malang anak sekarang Karena jaman dulu, Orang tua kita paling cukup membakar tumpukan surat Atau mengirim telegram: 'lupakan saja, koma, jangan hubungi aku lagi. titikhabis' Dan kesedihan dihabisi oleh waktu
Dek, sungguh jangan mengambil keputusan saat sedang marah Besok lusa boleh jadi kita akan menyesal tiada tara Jangan pula membenci saat sedang tersinggung atau berbeda pendapat Besok lusa boleh jadi kita kehilangan kesempatan memahami sesuatu lbh baik Pun jangan menjanjikan sesuatu saat sedang hepi Besok lusa mungkin saja kita juga akan susah payah melaksanakannya Jangan mepet sekali mengerjakan sesuatu jika itu penting Berilah waktu tambahan karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi Pun jangan menunda-nunda sesuatu yang bisa dikerjakan segera Karena tiada yang menjamin besok lusa masih ada waktuya Dan terakhir Sebagai penutup sajak ini Sungguh, dek, jangan pernah putus cinta saat hujan turun Itu bukan waktu yang terbaik Carilah waktu lain, selain hujan Karena di masa mendatang Setiap kali hujan Kita bukannya merasa adem nan tenteram Atau asyik memeluk guling beranjak tidur Sebaliknya, kita malah teringat masa lalu Melukis kenangan
Pelajaran cinta Kenapa tidak ada pelajaran tentang cinta di sekolah-sekolah? Yang ada hanya IPA, IPS, Matematika dsbgnya itu? Apakah orang-orang lupa memasukkannya? Bukankah cinta itu penting sekali? Kenapa tidak ada jurusan/fakultas cinta di universitas-universitas? Yang ada hanya teknik, ekonomi, hukum, kedokteran, dsbgnya itu? Apakah orang-orang lalai membuatnya? Bukankah di mana-mana ada kata cinta? Kenapa tidak ada kursus cinta di mana-mana? yang ada hanya kursus komputer, menjahit, mengemudi, dsbgnya itu? Apakah orang-orang tidak tahu? Bukankah hidup ini hambar tanpa cinta? My dear anggota page, jawabannya karena cinta tidak bisa dipelajari atau diajarkan. Cinta datang bagai rahmat terbaik yang dikirimkan Tuhan. Persis seperti sebutir bibit yang baik, letakkan di atas tanah yang subur, penuh unsur hara, pemahaman yang baik, maka tumbuhlah dia begitu elok dan bermanfaat. Sebaliknya, saat diletakkan di atas tanah gersang, di hati orang2 yang dangkal pemahamannya, dipenuhi nafsu dunia, maka kerdil dan buruklah tumbuhnya. Cinta tidak bisa dipelajari atau diajarkan. Cinta langsung dicontohkan dalam setiap nafas kehidupan. Lihatlah, dunia ini diciptakan karena kasih sayang-Nya. Sungguh beruntung orang-orang yang melihat dengan megah hakikat cinta. Tidak semata-mata mampet dalam persoalan kecil, sepele saja. Tidak semata-mata galau tentang perasaan lawan jenis, lupa bahkan mau makan pun ada tiang2 cinta yang sambung menyambung. Mulai dari petani yang menyayangi padi2 di sawahnya, hingga tukang masak yang memasak dengan sepenuh hati tanpa terpaksa.
Menjadi Ibu Untuk jadi sarjana ekonomi atau insinyur, kita butuh 6 tahun SD, 3 tahun SMP, 3 tahun SMA, 4 tahun kuliah, dapat gelar sarjananya. Untuk jadi apoteker, akuntan, psikolog, dokter dan gelar profesi lain, kita tambah lagi 2 tahun sekolah profesi, pengabdian, dsbgnya. Tetapi untuk menjadi ibu rumah tangga? Dikumpulkan seluruh pendidikan tersebut, ditambah lagi bertahun2, bertahun2, bertahun2 kemudian, tetap tidak akan cukup untuk bisa memastikan seseorang berhak menyandang: ibu rumah tangga terbaik. Karena panjang dan pentingnya proses pendidikan ibu rumah tangga. Nah, kalau semua orang ingin sekolah tinggi2 demi gelar, profesi, pekerjaan, dsbgnya, maka ajaib sekali, kenapa orang2 begitu menyepelekan pendidikan super tinggi untuk menjadi ibu rumah tangga? Padahal memiliki anak yang berakhlak baik, keluarga yang bahagia, jauh lebih penting dibandingkan kesuksesan karier dan sebagainya. Berikan pendidikan kepada anak2 perempuan kita setinggi mungkin, agar kelak saat menjadi Ibu, sungguh berguna semua ilmunya. Satu Ibu yang baik, akan melahirkan satu keluarga yang baik. Satu generasi Ibu yang baik, maka akan datanglah penerus yang dijanjikan.
Gagal, terlambat, kecewa Kenapa kita disebut 'gagal'? Karena kita mencoba sesuatu, dan gagal. Tidak ada definisi gagal jika kita tidak mencobanya sama sekali, bukan? Kenapa kita disebut 'terlambat'? Karena kita datang, dan telat. Tidak ada definisi terlambat jika kita tidak datang sama sekali, bukan? Kenapa kita disebut 'kecewa'? Karena kita pernah berharap, dan sekarang harapan itu musnah. Tidak ada definisi kecewa jika kita tidak pernah berharap sama sekali, bukan? Dalam hidup ini, tidak ada definisi untuk tiga hal tersebut jika syarat kejadiannya tidak terpenuhi--juga hal-hal lain. Maka, jika semua itu sudah terlanjur terjadi, dan kita tidak bisa punya pilihan lain kecuali melewatinya, ayo ambil sisi positifnya. Lebih baik gagal daripada tidak mencoba sama sekali. Lebih baik terlambat daripada tidak datang sama sekali. Dan lebih baik kecewa daripada kehilangan pengharapan sama sekali. Maka besok lusa, diperbaiki, semoga kegagalan itu adalah sukses yg tertunda, keterlambatan itu adalah awal ketepatwaktuan, dan kekecewaan itu adalah awal kabar baik. Kenapa kita disebut 'menyesal'? Yang ini sedikit berbeda definisinya, sebab menyesal, tidak pernah pandang bulu, mau kita lakukan, mau tidak, mau salah, mau keliru, dia tetap datang terakhir kali. Tidak perlu ada syarat kejadiannya. Menyesal adalah menyesal. Sungguh lebih baik gagal, terlambat, kecewa dibandingkan menyesal.
Melupakan Ketika kita mencoba melupakan kejadian menyakitkan, melupakan orang yg membuat rasa sakit itu, maka sesungguhnya kita sedang berusaha menghindari kenyataan tersebut. Lari. Pun sama, ketika kita ingin melupakan orang yg pernah kita sayangi, hal2 indah yang telah berlalu. Maka, sejatinya kita sedang berusaha lari dari kenangan atau sisa kenyataan tsb. Kabar buruk buat kita semua, mekanisme menyebalkan justeru terjadi saat kita berusaha lari menghindar, ingatan tersebut malah memerangkap diri sendiri. Diteriaki disuruh pergi, dia justeru mengambang di atas kepala. Dilempar jauh2, dia bagai bumerang kembali menghujam deras. Semakin kuat kita ingin melupakan, malah semakin erat buhul ikatannya. Bagaimana mengatasinya? Justeru resep terbaiknya adalah kebalikannya. Logika terbalik. Apa itu? Mulailah dengan perasaan tenteram terhadap diri sendiri. Berdamai. Jangan lari dari kenangan tersebut. Biarkan saja dia hadir, bila perlu peluk erat. Terima dengan senang hati. Bilang ke diri sendiri: "Sy punya masa lalu seperti ini, pernah dekat dengan orang menyakitkan itu, sy terima semua kenyataan tersebut. Akan saya ingat dengan lega, karena sy tahu, besok lusa sy bisa jadi lebih baik--dan semua orang berhak atas kesempatan memperbaiki diri." Letakkan kenangan tsb dalam posisi terbaiknya. Maka, mekanisme menakjubkan akan terjadi. Perlahan tapi pasti, kita justeru berhasil mengenyahkan ingatan itu. Pelan tapi pasti, kenangan tersebut justeru menjadi tidak penting, biasa-biasa saja. Dan semakin kita terbiasa, levelnya sama dengan seperti kenangan kita pernah beli bakso depan rumah, hanyut dibawa oleh hal2 baru yg lebih seru. Ketahuilah, racun paling mematikan sekalipun, saat dibiasakan, setetes demi setetes dimasukkan dalam tubuh, dengan dosis yang tepat, besok lusa jika kita tdk semaput oleh racun tsb, kita justeru akan jadi kebal. Apalagi kenangan, jelas bisa dibiasakan. Itulah hakikat dari: jika kalian ingin melupakan sesuatu atau seseorang, maka justeru dengan mengingatnya. Terima seluruh ingatan itu.
Pohon pisang tidak akan pernah mati walau ditebas ribuan kali sebelum ia berbuah. Ia akan terus tumbuh, merekahkan daun-daun baru. Lihatlah, tebas sekarang, ia akan menemukan pelepah daun barunya esok atau lusa. Karena itulah janji pohon pisang. Ia tak akan pernah mati sebelum berbuah. Tapi sekali ia berbuah, maka saat kau tebas batangnya, pohonnya akan mati, akarnya akan layu. Begitu pula seharusnya dongeng, mimpi2, cita2 kita. Berjanjilah tak akan pernah mati sebelum menyelesaikkannya. Berjanjilah seperti pohon pisang, yang tak akan layu, meski ditebas cobaan sebanyak apapun.
Saya tahu, tidak ada yang salah dengan memiliki keinginan punya HP baru yang canggih. Punya motor keren seperti teman. Pengin nonton konser, pengin jalan-jalan, pengin tas, baju, sepatu, dan semua keinginan lainnya. My dear anggota page yang masih remaja dan usia sekolah, tentu saja boleh kepengin hal-hal tersebut. Nah, yang tidak boleh, jangan sampai kita menambah beban pikiran orang tua. Merajuk, marah2, boikot, dsbgnya. Boleh jadi, tanpa kita tambahi dengan permintaan, boleh jadi loh, setiap malam mereka sudah menghela nafas panjang memikirkan kita--meski kita tidak tahu. Toh, terkadang keinginan kita hanya ingin saja, tidak banyak manfaatnya, kecuali untuk keren-kerenan. Jadilah selalu remaja yang bisa meringankan beban orang tua. Dan cara tercepatnya tidak perlu ikut bekerja, mencari uang sendiri; melainkan cukup dengan terus belajar yang giat, sekolah yang sungguh2, kita sudah membantu banyak. --Tere Liye
Kisah 7 kilogram beras Hidup ini persis seperti seorang remaja yang mengumpulkan remah beras (atau disebut juga beras sisa) di pasar induk. Dia ambil beras yang berceceran di lantai, jalan, lapangan, truk kosong. Beras2 yang tercecer. Dia dibolehkan oleh juragan beras melakukannya, karena toh beras2 itu tidak penting dibandingkan ratusan karung yang dijual beli di pasar tersebut setiap harinya. Dan bagi juragan beras, itu membantunya, membuat pasar terlihat bersih dari ceceran beras (dan juga sampah lain). Setiap hari, dari pagi hingga malam tiba, remaja ini berhasil mengumpulkan satu ember beras (katakanlah kurang lebih 7 kilogram). Atas 7 kilogram beras itu, 4 kg dia jual ke pengumpul, uangnya untuk makan sehari-hari adik2nya (atau jika tidak dijual, digunakan untuk menanak nasi), 2 kg dia simpan di karung di rumah kardusnya, 1 kg lagi dia berikan ke tetangga perkampungan kumuhnya. Kadang diberikannya kepada nenek yang tinggal sendirian sakit2an, kadang juga diberikannya ke tetangga lain yang lebih susah hidupnya. Begitulah ilustrasi hidup kita ini. 4 kg yang dijual, menjadi uang, atau ditanak jadi nasi adalah untuk hidup. Habis begitu saja setiap harinya. Dimakan jadi (maaf) kotoran. 2 kg yang disimpan adalah tabungan dunia-nya, besok lusa saat adik2nya sakit, dia punya sesuatu untuk membeli obat. 1 kg yg dia sedekahkan adalah tabungan akheratnya, besok lusa pasti akan bermanfaat untuknya. Dan inilah sesungguhnya arti kehidupan, tabungan sejati yang tdk akan tertukar. Aduhai, barangsiapa yang tidak memahami hakikat hidup ini, maka sungguh dia akan menjadi orang2 yang merugi. Ingatlah, makanan lezat yg kita kunyah, hanya akan terbuang menjadi kotoran. Pakaian mahal yg kita kenakan, esok lusa hanya sobek, kusam, rusak dan tidak menarik lagi dipakai. Gagdet2, peralatan mewah yg kita miliki, pun besok lusa akan teronggok saja, tidak menarik, termasuk jam tangan puluhan juta, tidak akan tersisa kepantasannya. Debu menjadi debu. Tanah kembali jadi tanah. Dunia kembali menjadi dunia. Tidak berubah hakikatnya. Juga tabungan dunia yang kita kumpulkan, besok lusa boleh jadi berguna saat terdesak, tapi dia tetaplah tabungan duniawi. Orang kaya raya dengan harta tabungan menggunung, investasi seluas pulau, ketika meninggal, maka hartanya hanya habis dibagi2kan utk keturunannya--atau istri mudanya. Tidak ada yang dibawa. Tetap menetap di atas dunia ini. Tinggallah 1 kg beras tersisa terakhir, yg dibagikan kepada tetangga2 fakir miskin. Inilah sesungguhnya definisi kehidupan. Tapi itupun kalau kita rajin menyisihkannya. Jika tidak? Maka kita tidak punya apapun lagi untuk tabungan di masa ketika tiada lagi waktu untuk menabung. Aduhai, betapa malangnya. Begitulah ilustrasi hidup kita ini. Sungguh beruntung bagi yg memikirkannya--semoga kita termasuk di dalamnya.