Kisah 7 kilogram beras Hidup ini persis seperti seorang remaja yang mengumpulkan remah beras (atau disebut juga beras sisa) di pasar induk. Dia ambil beras yang berceceran di lantai, jalan, lapangan, truk kosong. Beras2 yang tercecer. Dia dibolehkan oleh juragan beras melakukannya, karena toh beras2 itu tidak penting dibandingkan ratusan karung yang dijual beli di pasar tersebut setiap harinya. Dan bagi juragan beras, itu membantunya, membuat pasar terlihat bersih dari ceceran beras (dan juga sampah lain). Setiap hari, dari pagi hingga malam tiba, remaja ini berhasil mengumpulkan satu ember beras (katakanlah kurang lebih 7 kilogram). Atas 7 kilogram beras itu, 4 kg dia jual ke pengumpul, uangnya untuk makan sehari-hari adik2nya (atau jika tidak dijual, digunakan untuk menanak nasi), 2 kg dia simpan di karung di rumah kardusnya, 1 kg lagi dia berikan ke tetangga perkampungan kumuhnya. Kadang diberikannya kepada nenek yang tinggal sendirian sakit2an, kadang juga diberikannya ke tetangga lain yang lebih susah hidupnya. Begitulah ilustrasi hidup kita ini. 4 kg yang dijual, menjadi uang, atau ditanak jadi nasi adalah untuk hidup. Habis begitu saja setiap harinya. Dimakan jadi (maaf) kotoran. 2 kg yang disimpan adalah tabungan dunia-nya, besok lusa saat adik2nya sakit, dia punya sesuatu untuk membeli obat. 1 kg yg dia sedekahkan adalah tabungan akheratnya, besok lusa pasti akan bermanfaat untuknya. Dan inilah sesungguhnya arti kehidupan, tabungan sejati yang tdk akan tertukar. Aduhai, barangsiapa yang tidak memahami hakikat hidup ini, maka sungguh dia akan menjadi orang2 yang merugi. Ingatlah, makanan lezat yg kita kunyah, hanya akan terbuang menjadi kotoran. Pakaian mahal yg kita kenakan, esok lusa hanya sobek, kusam, rusak dan tidak menarik lagi dipakai. Gagdet2, peralatan mewah yg kita miliki, pun besok lusa akan teronggok saja, tidak menarik, termasuk jam tangan puluhan juta, tidak akan tersisa kepantasannya. Debu menjadi debu. Tanah kembali jadi tanah. Dunia kembali menjadi dunia. Tidak berubah hakikatnya. Juga tabungan dunia yang kita kumpulkan, besok lusa boleh jadi berguna saat terdesak, tapi dia tetaplah tabungan duniawi. Orang kaya raya dengan harta tabungan menggunung, investasi seluas pulau, ketika meninggal, maka hartanya hanya habis dibagi2kan utk keturunannya--atau istri mudanya. Tidak ada yang dibawa. Tetap menetap di atas dunia ini. Tinggallah 1 kg beras tersisa terakhir, yg dibagikan kepada tetangga2 fakir miskin. Inilah sesungguhnya definisi kehidupan. Tapi itupun kalau kita rajin menyisihkannya. Jika tidak? Maka kita tidak punya apapun lagi untuk tabungan di masa ketika tiada lagi waktu untuk menabung. Aduhai, betapa malangnya. Begitulah ilustrasi hidup kita ini. Sungguh beruntung bagi yg memikirkannya--semoga kita termasuk di dalamnya.
Yeti: The Giant of the 20th Century Se Danske Film Online Gratis
4 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar